Sejarah Penerapan Demokrasi di Indonesia Dari Awal Kemerdekaan hingga Era Reformasi

Demokrasi merupakan salah satu pilar utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Sejarah Penerapan Demokrasi di Indonesia Sejak proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, bangsa Indonesia telah mengalami berbagai fase dalam penerapan sistem demokrasi. Setiap masa memiliki tantangan, karakteristik, dan dinamika politik tersendiri yang membentuk wajah demokrasi Indonesia seperti yang kita kenal sekarang.

Masa Awal Kemerdekaan (1945–1959): Demokrasi Parlementer

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, sistem pemerintahan yang diterapkan adalah demokrasi parlementer. Konstitusi yang digunakan saat itu adalah UUD 1945, namun kemudian diganti sementara dengan Konstitusi RIS (1949) dan UUD Sementara 1950. Dalam masa ini, kekuasaan eksekutif berada di tangan perdana menteri, sementara presiden lebih bersifat simbolis.

Demokrasi parlementer memberikan kebebasan politik yang luas. Banyak partai politik bermunculan, mencerminkan semangat kebebasan dan partisipasi rakyat dalam pemerintahan. Namun, sistem ini juga menimbulkan instabilitas politik karena sering terjadinya pergantian kabinet dan perbedaan ideologi antarpartai.

Kegagalan untuk membentuk pemerintahan yang stabil akhirnya membuat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang menandai berakhirnya era demokrasi parlementer dan kembalinya UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

Demokrasi Terpimpin (1959–1966): Sentralisasi Kekuasaan

Pada masa Demokrasi Terpimpin, Soekarno menekankan bahwa demokrasi di Indonesia harus disesuaikan dengan kepribadian bangsa, bukan meniru sistem Barat. Namun dalam praktiknya, demokrasi terpimpin justru mengarah pada sentralisasi kekuasaan di tangan presiden.

Partai politik kehilangan peran signifikan, sementara lembaga-lembaga negara menjadi alat untuk memperkuat posisi presiden. Selain itu, terjadi ketegangan politik antara TNI, PKI, dan kelompok nasionalis yang akhirnya memuncak pada peristiwa G30S/PKI tahun 1965.

Kejadian tersebut menjadi titik balik berakhirnya era Demokrasi Terpimpin dan munculnya pemerintahan baru di bawah kendali Soeharto.

Demokrasi Pancasila (1966–1998): Stabilitas Politik di Bawah Orde Baru

Ketika Soeharto naik ke tampuk kekuasaan, ia memperkenalkan konsep Demokrasi Pancasila. Dalam konsep ini, demokrasi di anggap harus di jalankan dengan prinsip musyawarah dan stabilitas nasional sebagai prioritas utama.

Secara formal, rakyat masih memiliki hak untuk memilih dalam pemilu. Namun, praktiknya cenderung bersifat otoriter. Pemerintah mengontrol media, partai politik di batasi hanya tiga (Golkar, PPP, dan PDI), serta kritik terhadap pemerintah sering di tekan.

Di sisi lain, Orde Baru berhasil membawa stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, kesenjangan sosial dan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi semakin parah. Hal inilah yang akhirnya memicu gerakan reformasi tahun 1998, yang menandai runtuhnya rezim Soeharto.

Era Reformasi (1998–Sekarang): Kebangkitan Demokrasi yang Lebih Terbuka

Setelah Soeharto lengser, Indonesia memasuki era reformasi yang menjadi tonggak penting dalam sejarah demokrasi. Sistem politik kembali terbuka, kebebasan pers dijamin, dan pemilu berlangsung lebih transparan. Rakyat dapat memilih presiden secara langsung sejak 2004, serta partisipasi politik masyarakat meningkat pesat.

Namun, demokrasi di era modern juga menghadapi tantangan baru, seperti politik uang, hoaks, dan polarisasi sosial di media sosial. Selain itu, muncul fenomena hiburan dan budaya populer yang sering kali mengalihkan perhatian masyarakat dari isu politik. Misalnya, meningkatnya minat masyarakat terhadap aktivitas daring seperti game, investasi digital, hingga judi bola yang kerap menjadi perbincangan di internet. Fenomena ini menunjukkan bagaimana dinamika sosial terus berkembang seiring dengan keterbukaan informasi di era demokrasi digital.

Baca juga: Mengungkap Sejarah Candi Borobudur Warisan Budaya Dunia

Perjalanan demokrasi di Indonesia merupakan proses panjang yang tidak selalu mulus. Dari masa demokrasi parlementer yang penuh gejolak, demokrasi terpimpin yang terpusat, demokrasi Pancasila yang stabil namun terbatas, hingga demokrasi reformasi yang lebih terbuka semuanya memberikan pelajaran berharga bagi bangsa.

Demokrasi bukanlah sistem yang sempurna, tetapi dengan partisipasi aktif masyarakat dan kesadaran politik yang tinggi, Indonesia dapat terus memperkuat fondasi demokrasinya. Tantangan di masa depan adalah menjaga agar kebebasan tidak di salahgunakan, serta memastikan bahwa semangat demokrasi tetap berjalan untuk kepentingan rakyat banyak.