Dan sedangkan pada zaman Abbasiyah, ketiga fungsi tersebut sudah dilaksanakan oleh satu individu saja. Perbankan semakin berkembang setelah munculnya beragam jenis mata uang dengan kandungan logam mulia yang juga beragam. Dengan demikian, diperluan suatu keahlian khusus bagi mereka yang bergelut di bidang pertukaran uang. Maka mereka yang memiliki keahlian khusus itu disebut juga dengan naqid, sarraf, dan jihbiz yang kemudian menjadi cikal bakal dari praktek pertukaran mata uang atau money changer. Peranan bankir pada masa Abbasiyah mulai populer pada saat pemerintahan Khalifah al-Muqtadir (908-932).
Sementara itu, saq (cek) telah digunakan secara luas sebagai media pembayaran. Adapun sejarah perbankan Islam mencatat Saefudaulah al-Hamdani sebagai orang pertama yang menerbitkan cek untuk suatu keperluan kliring antara Bagdad, Iraq dengan Alepo (Spanyol). Melihat begitu pentingnya institusi perbankan maka berdirilah gerakan lembaga keuangan islam modern, yang pertama kali muncul di Mesir, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa pada saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis.
Baca Juga : Sejarah Masuknya Liberalisme Di Mesir Dan Dunia Arab
“Pembagian Laba” di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini pun berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut ataupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan Masih di Negara yang sama, dan pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai sebuah bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama ataupun syariat islam. Kemunculan ilmu ekonomi islam modern di panggung internasional, dimulai sejak tahun 1970-an yang ditandai dengan kehadiran para pakar ekonomi Islam kontemporer, yakni seperti Muhammad Abdul Mannan, M. Nejatullah Shiddiqy, Kursyid Ahmad, An-Naqvi, M. Umer Chapra, dan lain-lain.
Sejalan dengan ini mulai terbentuklah Islamic Development Bank atau yang disingkat IDB yang kemudian berdiri pada tahun 1974 yang disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam organisasi konferensi Islam, walaupun pada utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk dapat menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB sendiri menyediakan jasa pinjaman berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasarkan pada syariah islam. Dibelahan negara lain dalam kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis Islam kemudian bermunculan.
Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank pada tahun 1975, Faisal Islamic Bank of Sudan pada tahun 1977, Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank di tahun 1979. Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan pada tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia pada tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan untuk membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji. Reaksi Barat yang berlebihan Dengan keunggulan sistem ekonomi kapitalis, pasca runtuhnya sistem ekonomi sosialis di tahun 1980-an juga mendorong semakin menguatnya kecenderungan yang menempatkan sistem ekonomi Islam sebagai alternatif di luar ekonomi kapitalis.
Dan sebagai akibatnya, institusi-institusi ekonomi Islam pun banyak bermunculan, dan sejak dibentuknya Islamic Development Bank pada tahun 1975 di Jeddah. Hal ini tidak saja terjadi di kawasan Timur Tengah, namun juga di luar kawasan tersebut. Sistem ini menjadi area pertumbuhan utama untuk pembiayaan internasional. Memang asetnya hanya mewakili sekitar 2 persen sampai 3 persen dari aset keuangan global, atau hampir 1 triliun dolar AS, tetapi tumbuh rata-rata 25 persen setiap tahun.